Tatapan wanita itu masih tajam dan wajahnya tak setua usianya. Wanita yg lahir pd tanggal 4 Januari 1958 itu tak terlihat sama sekali bahwa Ia dulunya adlh seorang bekas narapidana yg karena mendapat tekanan psikis, akhirnya masuk rumah sakit jiwa. Menjadi tahanan tanpa proses pengadilan sama sekali di penjara umum dan menjadi satu-satunya korban wanita memang bukan hal mudah. Apalagi saat itu, ada banyak suara-suara teriakan kesakitan dari narapidana laki-laki yg dipaksa mengaku oleh aparat.
“Setiap ada teriakan, saya selalu berfikir, mungkin itu adlh kakak saya yg sedang di interogasi. Saya selalu bertanya-tanya, mungkinkah besok saya akan mengalami penyiksaan itu Apakah kakak saya masih hidup? Kapankah saya akan bertemu dgn keluarga saya lagi? Memikirkan itu sudah membuat saya stress berat.” Tuturnya dgn pandangan menerawang.
Mungkin banyak yg tak tahu bahwa peristiwa di Tanjung Priok tahun 1984 masih menyisakan banyak kisah yg luput ditulis oleh buku-buku sejarah. Saat itu, ada satu wanita yg ikut ditahan dan mengalami tekanan berat dari aparat militer. Ia adlh Aminatun Najariyah.
Ibu Aminah -begitu biasanya Ia disapa- adlh saksi hidup kelamnya persoalan HAM di Indonesia pd masa Orde Baru yg sampai sekarang belum jg selesai. Bagaimana tidak? Dipenjara tanpa bukti yg kuat dan tanpa pengadilan saja sudah merupakan pelanggaran HAM yg berat, apalagi ditambah dgn penyiksaan psikis. “Di dlm penjara milter itu, saya tak bisa mandi karena ada saja petugas yg iseng bersiul-siul tiap kali saya ingin ke kamar mandi, membuat saya merasa tak aman. Takut diintip. Apalagi itu adlh penjara umum yg saat itu isinya semua laki-laki. Setiap kali mandi, saya akhirnya menggunakan pakaian lengkap dgn air yg kadar kapurnya sangat tinggi. Tidak ada peralatan kebersihan tubuh yg bisa saya gunakan, akhirnya saya tak pernah sikat gigi sama sekali maupun membersihkan tubuh yg lain. Gusi saya jg jadi busuk.” Ujarnya nanar.
Dibalik Rusuhnya Tanjung Priok
Dibalik Rusuhnya Tanjung Priok
Saat tragedi berdarah Tanjung Priok bergemuruh, Ibu Aminah sedang berada di rumah yg Ia tinggali bersama kakak kandung beserta istrinya. Tiba-tiba rumah didobrak oleh sekelompok petugas berseragam militer dan mencari kakaknya Abdul Bashir. Mereka mengacak-acak rumah berdalih mencari tanda bukti pemberontakan kepada negara dgn tujuan mendirikan negara Islam dan membubarkan NKRI. Saat itu, isu tentang asas tunggal Pancasila memang sedang ramai dibicarakan.
“Kakak saya saat itu ditangkap. Padahal Ia tak tahu apa-apa. Memang beberapa kali Ia mengikuti pengajian di Masjid bersama Amir Biki, tapi setahu saya sama sekali tak membahas tentang negara Islam. Hanya pegajian masjid biasa. Saat mereka akan meninggalkan rumah, saya dan kakak Ipar saya yg ketakutan dan menggunakan jilbab seadanya saat itu dihampiri jg oleh petugas. Saya akhirnya ikut diangkut, dipaksa ikut ke dlm mobil petugas. Saya semakin takut ketika mereka mulai memandangi saya dgn tatapan nakal dan beberapa kali berbisik tentang ‘cantik’ ‘bagian bos’ dan sebagainya.”
Sebagai dalih penangkapan itu, para tentara militer menyita peralatan Ibu Aminah yg saat itu merupakan pengusaha pembuat kue. Segala macam pisau, gunting mixer dan berbagai peralatan yg ada di pabrik kue diambil oleh para militer itu sebagai barang bukti makar. Padahal, aktivitas Bu Aminah selama ni memang hanya memproduksi kue dan kakak kandungnya yg akan memasarkannya. Ia tak pernah terlibat dlm pengajian apapun.
Di saat bersamaan, suasana di luar semakin malam semakin panas. Masih terdengar tembakan di mana-mana. Pasca di bubarkan secara paksa, massa yg berdemonstrasi di depan Polres Tanjung Priok menuntut pihak Polres untk mengembalikan Amir Biki. Amir Biki merupakan tokoh masyarakat saat itu yg biasanya menjadi penceramah dlm pengajian di Musholla Assa’adah. Ia ditahan tanpa proses pengadilan jg karena ingin membebaskan pengurus musholla Assa’adah dan warga Priok yg bertikai dgn Babinsa.
Pasalnya, Babinsa yg berseragam militer tersebut masuk ke masjid tanpa melepas sepatu dan merobek pamflet pengajian jumat membuat marah warga. Apalagi setelah Babinsa tersebut menyiram papan pengumuman mushalla dgn air selokan. Jamaah langsung menegur Babinsa tersebut dan terjadilah cek cok mulut. Karena kesal, warga membakar motor Babinsa tersebut dan setelahnya pelaku pembakaran motor ditangkap. Itulah yg menyebabkan banyak warga yg ikut andil dlm peristiwa tersebut. Apalagi setelah Amir Biki, yg ingin beraudiensi dgn pihak kapolres justru ditangkap. Terjadilah gerakan massa yg besar dan dibubarkan dgn moncong peluru militer. Ribuan nyawa melayang, bahkan yg tak tahu apa-apa sebelumnya. Ibu Aminah adlh salah satunya korban tak bersalah yg dilibatkan dlm kasus ini.
Ibu Aminah ditahan di sel yg berbeda dgn kakak kandungnya. Begitu memasuki penjara, suara-suara penyiksaan dan teriakan para narapidana yg jg tak melalui proses pengadilan mulai menghantuinya. Ibu yg kini memiliki 7 orang anak tersebut jg menolak untk melepas jilbabnya. IIa terus-menerus menanyakan dimana kakak kandungnya pd petugas dan para petugas biasanya hanya tertawa menanggapi pertanyaannya.
Keadaan penjara semakin buruk ketika ada salah seorang Kapten bernama Budi Utomo yg mengatakan bahwa apabila Ibu Aminah menjadi Istrinya, maka Ia bisa langsung dibebaskan dari penjara. Karena menolak untk dijadikan istri itulah, suara-suara aneh mulai muncul. Seperti ada bisikan bahwa Ia akan mati jika tak menerima Budi Utomo. Untuk melawan suara-suara bisikan itu, mulut Ibu Aminah mulai berdoa, mulai dari membaca surat yasin sampai shalawat-shalawat. Namun, orang-orang yg melihatnya justru melihat bahwa Ibu Aminah sedang sakit jiwa karena tak henti-hentinya meracau.
“Saya sadar betul tentang kondisi di sekeliling saya. Saya jg memperhatikan apa yg diucapkan oleh para militer yg menjaga sel saya. Sampai akhirnya saya bertemu kakak saya di dlm penjara. Petugas mengira saya stress berat dan untk meminimalisir stress saya, akhirnya kami dipertemukan. Kakak saya menangis memeluk saya. Ia jg berfikir bahwa saya ni sudah tak waras karena saya terus menerus menggumam. Apalagi kondisi penjara yg memprihatinkan membuat penampilan saya, yg walaupun masih berjilbab, menjadi sangat kacau balau. Kakak saya membisikkan, ‘Jangan khawatir, secepatnya, kita akan segera pulang’. Saat itu saya berfikir apakah maksudnya sebentar lagi kita semua akan ditembak mati seperti tahanan lainnya? Tapi saya tak menanggapi apa-apa karena bisikan-bisikan untk menerima pinangan Kapten Budi Utomo terus menggema ditelinga saya.” Ucapnya sambil menerawang jauh ke masa lalu, saat usianya 27 tahun.
Baca Bagian Kedua di sini
source : http://syaharbanu.blogspot.com, http://merdeka.com, http://twitter.com
Title : [cinta] Ibu Aminah, Saksi Hidup Potret Suram Tragedi Tanjung Priok ‘84 (Bagian 1)
Description :
Description :
0 Response to "[cinta] Ibu Aminah, Saksi Hidup Potret Suram Tragedi Tanjung Priok ‘84 (Bagian 1)"
Post a Comment